Tuesday, May 3, 2016

Kamu Mau Mati Seperti Apa…

Gugur di Jalan Allah
sumber foto: mistikus-sufi.blogspot.co.id

Belakangan ini, aku kerap mendapat kabar orang meninggal. Bak sudah terjadwal, info itu datang silih berganti. Beberapa hari lalu orang tua anggota majelis taklim meninggal karena sakit. Sebelumnya, ayah dan ibu seniorku di kampus meninggal karena kebakaran. Sekitar lima hari lalu, teman mertuaku meninggal karena ditabrak mobil. Terbaru, tadi maksudnya, ayah teman satu pengajian yang meninggal. Begitu banyak orang mati hanya dalam beberapa hari secara beruntun.
Jauh sebelum itu, sewaktu bertugas di Polsek Samarinda Utara, aku kerap menemukan orang mati. Baik mati secara wajar maupun tak wajar. Aku pernah melihat pemuda gantung diri, pemuda mati terbakar, orang tua mati terduduk, orang mati kecelakaan, ada yang mati karena dibunuh dengan luka timpasan dan sayatan parang, mati karena tertimpa alat berat semisal ekskavator, mati tertimbun atau tertimpa bangunan, hingga mati ditembak. Aku pernah melihat semuanya.
Namun setiap kali melihat orang mati, hanya seperti cubitan di tangan. Sakit, lalu hilang. Tak ada bekas atau bayang-bayang tentang kematian. Padahal aku tahu pasti, di setiap sudut ruangan, berdiri malaikat Jibril menunggu titah mencabut nyawaku.
Karena itu, sekarang setiap kali mendengar kabar kematian, kupaksa memoriku mengenang tausiah Ustaz Anis Matta (dulu Presiden Partai Keadilan Sejahtera), tentang bagaimana menumbuhkan kemauan. Tausiah ini lebih dari sekadar motivasi, juga kontemplasi tentang hakekat hidup. (mau MP3-nya, minta ke mbah Google. Hehehe…)
Perlulah sekali waktu kita duduk merenung, mengingat mati dan membayangkan ketika ruh kita ditarik paksa keluar dari jasad. Dalam kondisi dan bentuk apa nanti kita mati. Tertidur, di atas kendaraan, saat menonton di bioskop, saat berolahraga atau jangan-jangan saat bermaksiat. Naudzubillah…
Maka bagus juga saran dari mantan Wakil Ketua DPR RI ini, ketika akan berbuat dosa ingat-ingat kalau saat itu juga nyawa dicabut. Ngeri toh!
Nah sekarang tinggal tanya ke diri anda sendiri, kamu mau mati seperti apa?

Thursday, January 21, 2016

Begini Rasanya Ditegur Anak

“Apa yang ditanam itulah yang dituai”

 SEBELUM berangkat kantor, aku duduk di ruang tamu sembari membaca beberapa pesan di WA (whatsup) yang belum sempat kubuka. Dengan refleks kuambil tisu di atas meja untuk mengusap bekas air wudhu.  Refleks pula aku lempar tisu ke gelas di atas meja dengan berharap tisu yang sudah kugulung-gulung masuk dalam gelas. Pastinya itu gelas bekas teh yang sudah tak dipakai. Eh ternyata tisu itu tak masuk dan jatuh di bawah meja.
Di saat bersamaan muncul anak pertamaku, Asma Salsabila. Dengan nada tinggi dia menggerutu.

“Abi…abi lempar apa itu?” tanyanya.

 Sembari kaget aku gelagapan menjawab pertanyaannya. Belum sempat kujawab, Asma kembali mengulang pertanyaannya kali ini dengan nada lebih tinggi.

 “Abi…abi lempar apa itu? Hayuuu, apa itu,” katanya dengan ekspresi wajah marah sembari mengangkat telunjuknya.

 “Tisu nak. Biar masuk ke gelas jadi nanti enak di buang,” jawabku mencoba berkilah.

 “Abi kenapa lempar-lempar. Orang ada tempat sampah kok. Buangnya di tempat sampah dong,” kesalnya.  Masih dengan wajah ketus, dia lantas memungut sampah tisu dan membuangnya sendiri di tempat sampah, di dapur.

Aku hanya bisa bengong melihat reaksinya. Beberapa detik aku sempat merenung dan bahagian tentunya. Kebiasaan positif yang kuajarkan bersama umminya mulai diterapkan tanpa sadar. Itu yang namanya, alam bawa sadarnya sedang bekerja. Seperti pepatah “Apa yang ditanam itulah yang dituai.”

 Bukan begitu sodara-sodara. hehehe…